Perilaku Seksisme Dalam Budaya Sosial - Masyarakat
Perilaku
Seksisme Dalam Budaya Sosial - Masyarakat Indonesia
Stigma
dalam masyarakat mengenai laki – laki itu berada diatas perempuan masih sangat
menjadi hal yang banyak menimbulkan perdebatan, apalagi ketika berhadapan
dengan masyarakat yang cara berfikirnya masih sangat dipengaruhi budaya masa
lalu, akan ada stigma bahwa perempuan sudah seharusya bergantung kepada laki –
laki, perempuan tidak perlu sekolah tingga karena akan berakhir didapur,
perempuan hanya perlu cantik agar dapat menikah dengan laki – laki kaya.
Sementara
laki – laki dinilai perlu menjadi laki – laki yang perkasa, tidak boleh
menangis, harus bisa lebih hebat dari perempuan sehingga memunculkan kesan
patriarki. Sadar atau tidak sadar hal ini masih terjadi sampai saat ini dalam
masyarakat tradisional, tradisional yang saya maksudkan adalah masyarakat yang
cara berfikirnya masih kaku dan memberikan objektifikasi berdasarkan suatu
gender tertentu sehingga impact dari budaya tradisional masih sangat terasa
hingga hari ini yang disebut SEKSISME.
Apa
itu SEKSISME ?
Gick
dan Yaslcin mendefinisikan bahwa seksisme merupakan suatu konsep sikap atau
keyakinan bahwa salah satu dari gender lebih unggul, lebih kompeten, dan lebih
baik. Konsep dari seksisme inilah yang menimbulkan aliran feminisme yang
menginginkan kesetaraan gender antara laki - laki dan perempuan. Jika melihat
akar dari munculnya seksisme, secara garis besar awal mula seksisme adalah
warisan masa lalu yang sangat sulit untuk dihilangkan dan telah mendarah daging
dalam masyarakat Indonesia.
Bagaimana
tidak dalam sejarah Indonesia ketika sedang terjadi peperangan perempuan hanya
diminta tinggal dirumah dan laki – lakinya yang diminta untuk pergi berperan,
perempuan diminta untuk mengurus rumah tangga dan laki – laki yang bertanggung
jawab untuk mencari nafkah. Disekitar kita masih banyak juga terjadi seksisme
secara tidak sadar mau itu kepada laki – laki ataupun perempuan.
Contoh
ketika seorang laki – laki menangis maka akan diberikan tekanan kepada mereka
dan juga pandangan bahwa mereka seperti perempuan “cengen / mudah menangis”,
hal ini sudah termasuk bahwa sebenanrnya masyarakat masih sangat memberikan
pembeda antara laki – laki dan perempuan atau yang disebut dengan seksisme,
ketika perempuan juga memilih berkarir maka mereka akan terus ditanyakan kapan
mau menikah, padahal laki – laki tidak pernah dipertanyakan seperti itu ketika
mereka berkarir.
Sadar
atau tidak hal ini harus menjadi aware bagi seluruh lapisan masyarakat karena
suatu gender itu diciptkan berbeda hanya dibagian biologisnya selebihnya
perempuan dan laki – laki perlu dijadikan setara dalam kehidupan, karena nilai
dari setiap manusia bukan ditentukan dari gendernya namun kepada value yang
mereka miliki, dan tentu saja setiap orang memiliki keunikannya masing – masing
entah itu perempuan ataupun laki – laki.
Komentar
Posting Komentar